Naik 8,11%, UMP DKI 2017 Diperkirakan Sebesar Rp3,3 Juta

Jum'at, 14 Oktober 2016 - 05:06 WIB
Naik 8,11%, UMP DKI 2017 Diperkirakan Sebesar Rp3,3 Juta
Naik 8,11%, UMP DKI 2017 Diperkirakan Sebesar Rp3,3 Juta
A A A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan putuskan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) berdasarkan Peraturan pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015. Dewan pengupahan unsur pengusaha yang menghitung UMP DKI 2017 berdasarkan PP Nomor 78 sekitar Rp3,3 juta naik 8,11% dari UMP tahun ini Rp3,1 juta.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), Mirah Sumirat sudah mengira sikap pemerintah dalam menentukan UMP DKI berpihak pada pengusaha dengan menggunakan penitungan berdasarkan PP Nomor 78 tahun 2015. Menurutnya, penetapan UMP tanpa adanya survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah tindakan yang bertentangan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pemerintah baik pusat maupun daerah seharusnya memberi contoh positif bagi penegakan hukum di Indonesia. Survei KHL adalah amanah UU Nomor 13 Tahun 2003, bukan kemauan tanpa dasar dari buruh di Indonesia. Sehingga wajar jika buruh menuntut dilaksanakannya amanah UU Nomor 13 Tahun 2003 tersebut.

"Penggunaan PP 78/2015 sebaai dasar menetapkan UMP adalah sebuah kesalahan dalam melanggar perundangan. Kami menolak keras bila pemerintah tetap berpatokan PP tersebut," kata Mirah melalui pesan singkat, Kamis (13/10/2016).

Mirah menjelaskan, formula perhitungan Upah Minimum berdasar PP 78/2015 dimaksud sama sekali tidak didasarkan pada hasil survey KHL tahun 2016. Ini menjadi persoalan yang sangat serius, ketika Pemerintah dan pengusaha secara bersama-sama dan terang-terangan melanggar UU Nomor 13 Tahun 2003. Dia menilai, terbitnya PP 78/2015 ini jelas-jelas adalah konspirasi antara kelompok pengusaha dengan Pemerintah yang menggunakan kekuasaannya hanya untuk kepentingan pemodal.

Mirah Sumirat yang juga Wakil Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional dari unsur serikat pekerja, sekaligus mengklarifikasi adanya berita yang mengatakan bahwa proses lahirnya PP 78/2015 tersebut sudah melalui tahapan/proses di Tripartit Nasional dan Dewan Pengupahan Nasional. Informasi tersebut adalah kebohongan kolektif dari Pemerintah dan pengusaha, karena faktanya terbitnya PP 78/2015 tidak pernah melalui pembahasan di Tripartit Nasional dan Dewan Pengupahan Nasional.

"Berdasarkan hasil survey independen yang kami lakukan di 7 pasar tradisional dan 2 pasar modern di Jakarta sejak september lalu, nilai KHL 2016 Rp3.4 Juta, merujuk pada 60 komponen KHL berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2012. Nilai KHL tersebut ditambah inflasi 2017 sebesar 4% dan inflasi DKI Jakarta sebesar 2,40%, inflasi Nasional sebesar 3,07%, serta pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta sebesar 5,74% dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,04%, UMP DKI 2017 minimal sebesar Rp3,8 juta," ungkapnya.

Anggota Dewan Pengupahan Unsur Pengusaha Sarman Simanjorang menyambut baik sikap pemprov DKI yang mengacu PP Nomor 78 Tahun 2015 dalam menetapkan UMP 2017. Sebab, PP 78 tahun 2015 yang diperkuat dengan terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak itu dikeluarkan untuk memberikan kepastian bagi pengusaha dan pekerja.

Bagi pengusaha, kata dia, butuh kepastian besaran kenaikan UMP setiap tahun berdasarkan pertumbuhan ekonomi nasional dan inflasi. Sedangkan bagi pekerja juga butuh kepastian kenaikan UMP setiap tahun yang sudah dijamin pada PP tersebut. Menurutnya, semakin baik pertumbuhan ekonomi nasional, semakin baik juga kenaikan UMP.

Sarman juga menegaskan, PP Nomor 78 itu merupakan dasar hukum yang sah dan telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan hitungan dari peraturan terebut, UMP DKI Jakarta meningkat sekitar 8,11% dari UMP tahun ini Rp3,1 Juta.

"Pertumbuhan ekonomi nasional 5,04% ditambah inflasi nasional 3,07% dikali UMP berjalan Rp3,1 juta. Hasilnya Rp251.040. Jadi UMP DKI 2017 Rp3.351.410, naik 8,11% dari UMP tahun ini Rp3,1 juta," katanya.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meminta buruh mengikuti aturan penhitungan UMP yang ditetapkan pemerintah melalui PP Nomor 78 Tahun 2015. Sebab, apabila tetap berpatokan pada KHL DKI, gaji buruh lama-lama bukan malah naik, tetapi makin turun.

"Buat apa gaji Rp5 juta tapi biaya hidup Rp4,9 juta atau minta Rp3,8 juta biaya hidup Rp3,7 juta. Lebih baik gaji kamu sesuai Rp3.2 juta atau Rp3,4 juta, biaya hidup cuma Rp2,5 Juta," ujarnya.

Mantan Bupati Belitung Timur itu menceritakan, pada 2012, pihaknya memutuskan UMP 2013 hampir 48% sesuai survei KHL, buruh pun memui-muji. Namun, ketika menentukan UMP 2014, buruh menyebut pemerintah tega memberikan upah murah. Padahal, hitungannya tetap KHL. KHL saat itu tidak begitu naik.

"Nah kemudian pemerintah mengeluarkan PP berdasarkan UMP ditambah dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Jadi saya harus taat kepada peraturan pemerintah," tegasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3988 seconds (0.1#10.140)